Ini hadiah ulang tahunmu tahun ini.
Saya
menerima sebuah amplop polos berwarna putih dan mulai membukanya ketika dia sudah pulang. Ada brosur dan secarik
kertas. Saya perhatikan lagi bagian dalam amplop tanpa perekat itu, mungkin
masih ada hadiah yang tertinggal di ujung lipatannya. Tidak ada apapun.
Saya
kembali dihadapkan pada momen ulang tahun. Ke dua puluh dua. Detik itu, saya
sedikit kecewa karena hanya dihadiahi dua lembar kertas penuh kalimat yang
ditulis dengan tinta hitam dan sebuah brosur. Tanpa membaca sampul
depannya, saya menaruh brosur itu di meja kaca yang ada dihadapan saya, dan
meski enggan, saya tetap memilih surat dua lembar itu dan mulai membacanya.
Keengganan saya beralasan. Sudah saya duga, tak ada yang spesial. Hanya ucapan
selamat, doa-doa yang dipanjatkan, dan…
Empat
alinea terakhir katanya adalah “hadiah”nya. Ada kaitannya dengan brosur yang
tadi tak saya pandang sedikitpun. saya habisi empat alinea yang tersisa dari
surat itu dan langsung mengambil brosur yang masih rapi di atas meja. Rupanya
Brosur Rumah Zakat tentang Program Orang Tua Asuh. Saya baca dengan seksama
brosur lipat tiga itu. Intinya, di program itu, kita akan menjadi orang tua
asuh yang memberi beasiswa per bulan kepada anak-anak kurang mampu di Banda
Aceh dan Aceh Besar. Pilihannya tergantung dengan jumlah anak dan tingkat
sekolahnya. Saya terus membaca brosur itu sampai habis dan tak lama saya
menitikkan air mata. I have had lots
fancy stuff my parents gave. Not even
on birthday moment. Sometimes all I have to do is ask. They’ll give me.
Selang
satu hari, saya menghubunginya dan bersedia menjadi orang tua asuh yang
memberikan beasiswa kepada anak-anak kurang mampu. Sekejap itu juga, saya
merasa “hadiah” darinya merupakan salah satu hadiah terbaik yang pernah saya
terima diulang tahun saya. Hadiahnya adalah sebuah kesadaran, bahwa bahagia itu
adalah ketika kita membuat orang lain bahagia. Saya berterimakasih sekali
padanya. Semoga rahmat Allah selalu tercurah untuknya dan keluarganya.
Sudah
enam bulan, saya menjadi orang tua asuh. Semingu yang lalu, saya baru menerima
kopi-an rapor anak saya yang bernama Lisa Hayatul Khairi yang masih duduk di
kelas 6 SD Cot Keueung. Saya bangga karena nilai-nilai akademisnya bagus,
hafalan surat-surat di Al Qur’an sudah lebih dari sepuluh dan dia menjadi salah
satu murid yang di senangi oleh guru-guru di sekolah. Lebih dari itu, saya
mendapat surat lagi. Surat cintanya. Ditulis langsung dari tangannya.
Wajah Anak Asuh Saya |
Saya
baca surat itu dan tangis saya kembali tumpah. Dia mendoakan kesehatan dan
keberkahan rezeki untuk saya. Tidak ada hal yang lebih bahagia ketika membaca
pinta-pinta kebaikan dan keselamatan dari anak asuh saya. Meski saya tak
pernah bertemu langsung, saya merasa dekat sekali dengannya. Kuasa Allah-lah
yang mempersatukan hati-hati hambaNya.
Suratnya :) |
Mulai
detik ini, saya berjanji kepada diri saya sendiri, bahwa saya harus menjadi
orang sukses dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Saya harus membantu
orang-orang tak mampu yang berada di sekitar saya. Saya memang belum cukup baik
dalam beribadah, dan saya tidak tahu amal ibadah saya yang mana yang akan diterima
oleh Allah, tetapi berbagi dengan sesama adalah hal terbaik yang pernah saya
lakukan dan saya bersyukur sekali Allah berikan saya kesempatan untuk “memeluk”
anak-anak kurang mampu itu.
5 comments:
luarrr biasaaa :)
adekkk... I lost my words reading this! Semoga tetap istiqamah menjadi orang tua, salut buat adek, ^^
wawak carah: makasi wak :*
kak ziza: yep. if im not that useful person, i won't forgive my self :D
kyknya sarah ga komen deh wak :D
dear bude yang syantik... maapin kami yg selama ini mengira ini akunnya wawak sarah. kalian jago kali edit poto sih, tampak sekurus sarah :/
Post a Comment